Sebuah bus melaju dengan kecepatan sedang menyusuri pematang
sawah di kaki gunung yang sejuk dan
indah. Di kiri dan kanan jalan tumbuh pohon-pohon yang rindang. Seorang lelaki
berusia dua puluh tahunan duduk di bangku bagian tengah bus bersama dengan
ayahnya. Ia melihat keluar melalui jendela dan berteriak,“Ayah, lihat!
Pohon-pohon itu berkejar-kejaran!” Ayahnya hanya tersenyum, lalu menganggukkan
kepalanya.
Di dekat mereka, duduk pasangan suami istri. Saling menatap, memperhatikan perilaku kekanak-kanakan lelaki
yang berusia dua puluh tahunan tersebut. Nampak dari wajah mereka kalau tidak suka. Norak! Begitu pikirnya.
Lalu tiba-tiba, lelaki muda tersebut kembali berseru dengan keras. “Ayah, awan
itu terlihat berlari mengejar kita! Yah lihat!” Teriakannya seolah ingin
memberi tahu seisi penumpang bus yang rata-rata duduk tenang sambil memejamkan
mata dikarenakan perjalanan panjang dan rasa kantuk yang sudah tidak
tertahankan. Seketika mereka terbangun. Terkejut mendengar sebuah teriakan. Tidak
lama. Karena sesaat kemudian,dengan acuh mereka melanjutkan menutup mata tanpa
menghiraukannya lagi. Melanjutkan mimpi yang sempat terputus tadi.
Tidak demikian bagi pasangan suami istri yang sejak tadi memperhatikan.
Mereka nampak tidak bisa menahan rasa risih akibat ulah laki-laki muda itu. Mereka
merasa terganggu. Dan sejurus kemudian sang suami mendekatkan tubuhnya ke arah orang tua lelaki
tersebut. Lalu setengah berbisik berkata, “Mengapa anda tidak membawa anak anda
ke dokter ahli jiwa?” Yah, mereka mengira anak muda itu gila.
Orang tua itu menatapnya, tersenyum dan kemudian berkata,“Saya
sudah beberapa kali membawanya ke dokter, dan hari ini pun kami baru saja
pulang dari Rumah Sakit.” Dengan suara yang lirih dan nyaris tidak terdengar,
ia melanjutkan perkataannya, “Anak saya ini sebelumnya tidak dapat melihat, ia
sudah buta sejak lahir. Ia baru bisa mendapatkan donor mata dan baru bisa
melihat untuk pertama kalinya.”
Tanpa bisa menyembunyikan rasa harunya, bapak tersebut
meminta maaf jikalau perbuatan anaknya itu telah mengganggu dan membuat tidak
nyaman. Mendapat jawaban sang ayah,
pasangan suami istri tersebut tidak dapat berkata-kata. Mereka justru meminta
maaf dan menyatakan menyesal. Rasa iba langsung saja menjalari relung-relung
hatinya.
Memang, setiap orang di dunia ini pastilah memiliki sebuah
cerita tersendiri. Entah cerita sedih atau bahagia. Kita hanya dapat melihat
luarnya saja. Untuk itu, janganlah menilai orang lain sebelum kita belum
benar-benar mengenal mereka.
Cobalah memandang dari sudut yang berbeda. Orang lain punya banyak
alasan ini dan itu untuk melakukan sesuatu hal. Begitu pun dengan kita.
Adakalanya kita terlalu cepat menilai tanpa sebelumnya berpikir apa, kenapa dan
bagaimana. Karena kadang kenyataannya yang terjadi akan membuat kita terkejut.
Dalam Al Quran disebutkan,“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang orang yang paling tinggi derajatnya jika
kamu beriman” ( QS Al Imran : 139). Artinya, apapun kondisi kita saat ini, asalkan senantiasa menjaga keimanan dalam hati, maka tidak perlu risau, sedih dan gundah. Sehingga hal tersebut akan membuat diri kita lemah. Yakinlah, sedih dan kondisi yang tidak menguntungkan itu merupakan ujian dari Allah SWT. Dan barang siapa yang berhasil melaluinya dengan tidak menggadaikan keimanannya, maka ialah orang yang beruntung.
Terbaik. Selalu ada pelajaran setiap kali membaca tulisan Ibu. Terima kasih. Teruslah mengajarkan kebaikan Ibu cantik nan shalihah😘
BalasHapusSelalu keren 😍👍🏾
BalasHapus