Bahagiaku Bahagiamu

Bahagiaku Bahagiamu
Temaram senja mulai meninggalkan kota. Dinginnya hembusan angin menyisakan tubuh-tubuh yang menggigil. Kerlip lampu dari rumah penduduk, penerangan pinggir jalan, serta kendaraan yang melintas ingin pulang, saling berebut maju merangsek di kemacetan. Bunyi klaskson bersahutan seolah ingin memberi tanda dengan berteriak, “Beri aku jalan! Aku sudah lelah seharian berkutat dengan padatnya jalanan, yang di kiri dan kanannya banyak terdapat galian.”

Angkot yang kutumpangi berjalan lambat-lambat. Menaik dan menurunkan penumpangnya.  Gemas ku rasa. Ingin sekali sampai rumah dengan cepat. Melihat padatnya suasana jalan raya, aku pasrah. Biarlah, kunikmati saja. Kulihat Salma yang duduk sampingku, kepalanya mengangguk-angguk menahan rasa kantuk.  Sementara Ihsan, sudah tertidur pulas di pangkuanku.

***

Alhamdulillah, sejak setahun lalu Salma dan Ihsan sudah berada dalam pengasuhanku. Akhirnya, dengan kesabaran dan jiwa pantang menyerahku, mas Andi luluh juga.  Suamiku menyetujui permintaanku untuk merawat dua anak yang kurang beruntung ini.  Semoga bisa mengobati rasa rindu kami akan hadirnya buah hati di tengah keluarga kecil ini. Begitulah, bersyukur Allah pertemukan kami dengan anak-anak ini.  Setelah penantian panjang selama hampir lima belas tahun dalam kesepian.

“Salma, ayo siap-siap. Sebentar lagi kita sampai.” Ujarku membangunkan Salma yang terlelap di sampingku. Salma mengerjapkan matanya. Kasihan dia, sepertinya lelah sekali. Seharian ini ikut aku mengajar di rumah singgah terminal Depok.
“Tasnya jangan sampai ketinggalan ya.” Kataku lagi.
“Iya bu.” Jawab Salma pelan.
“Pos, kiri ya bang!” Teriakku kepada pak sopir.

Angkot memperlambat lajunya dan berhenti tepat di depan sebuah gapura depan gang rumahku. Setelah memasikan semua bawaan tidak tertinggal,  aku membayar tarifnya. Kami pun turun dengan perlahan. Karena hari mulai malam, dengan hati-hati kami menyebrang, lalu masuk ke gang sempit sebagai akses jalan ke rumah kontrakanku.

“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.” Mas Andi menyahut dan membukakan pintu.
“Alhamdulillah, sampai juga di rumah. Jalanan macet sekali mas.”
“Yah, begitulah. Bukan Jakarta kalau tidak macet.” Ujar mas Andi. Ia membantu menggendong Ihsan masuk ke kamar. Ia juga yang menolong Salma membawakan tasnya. Lalu membimbingnya  untuk bersih-bersih dan berganti pakaian.

***

Sejak hadirnya Salma dan Ihsan, kehidupan keluarga kami semakin berwarna. Kemudahan demi kemudahan kami dapatkan. Kami yakin, ini adalah berkah mengasuh dua anak yatim piatu ini. Salma sudah duduk di bangku sekolah dasar kelas satu. Sementara Ihsan di Paud dekat rumahku. Mereka begitu bersemangat dan sangat bahagia. Begitu pun kami. Rumah kecil ini ramai oleh celoteh lucu dari keduanya. Bercerita tentang pengalamannya bersama teman-teman dan gurunya di sekolah.
Saat akhir pekan, aku dan mas Andi biasanya mengajak anak-anak ini jalan-jalan. Walau sekedar cuci mata duduk-duduk di taman dan membaca buku cerita di perpustaanan RPTRA, kami sangat menikmatinya.

Saat ini mas Andi sudah mendapatkan pekerjaan yang nyaman dengan gaji dan tunjangan yang lumayan. Namun, pekerjaan mas Andi termasuk yang beresiko tinggi. Ia bertugas menjalankan mesin berat di pabrik tempatnya bekerja. Walau begitu, ia nampak bahagia. Sekarang sudah tidak ada lagi depresi dan stres. Ia juga terlihat lebih religius dan bijaksana.

Suatu ketika, mas Andi memanggilku. Ia menyodorkan bungkusan kecil kepadaku.
“Ca, alhamdulillah aku ada sedikit rezeki. Ini ada hadiah kecil untukmu.”
“Wah, apa ini mas?” tanyaku dengan berbinar.
“Buka saja. Sebenarnya sudah lama aku ingin memberikannya, hanya saja, karena uangku belum cukup, jadinya baru kesampaian sekarang.” Ujar mas Andi sambil tersenyum. Aku pun balas tersenyum. Tidak butuh waktu lama untuk pun berhasil membukanya.

“Masyaallah mas, cincin ini bagus sekali.” Aku begitu terharu. “Terimaksaih ya mas, aku sangat suka hadiah ini!”
“Maafkan aku ya, Ca. Selama ini belum bisa membahagiakanmu dan memberimu apa-apa. Sekian lama pernikahan kita, hanya derita dan kesusahan tiada henti yang senantiasa mengiringi. Terimakasih karena selama ini kau begitu sabar dan setia mendampingiku.”
Aku pun tersenyum.
"Alhamdulillah, bahagiamu adalah bahagiaku mas." bisikku di telinganya.
Dan kami pun saling berpelukan karena bahagia.

#Cerbung4
#OdopBatch7
#Tantangan1episode4


1 komentar untuk "Bahagiaku Bahagiamu"