Tetiba Azis, murid kelas 3 itu sudah berada di belakang Bu Nisa sambil membawa buku cerita bergambar berjudul Al Fatih jilid 2 yang ternyata telah habis “dilahap” olehnya. Sejurus kemudian ia bertanya, “Bu, buku komik Al Fatih ini ada yang jilid tiganya ga, Bu?” Bu Nisa menoleh ke arahnya. Mata bulat yang sebagian tertutupi oleh rambut poninya itu menatap wajah Bu Nisa dengan penuh harap. Ia terlihat penasaran dengan kelanjutan cerita dari buku berseri tersebut.
“Wah, cepat sekali
anak ini membaca bukunya,” batin Bu Nisa. Padahal, buku cerita bergambar itu
lumayan tebal. Belum sempat menjawab pertanyaannya, seorang anak perempuan
mendekati Bu Nisa dan bertanya, “Bu, boleh ga, saya pinjam bukunya buat
dibawa pulang? Saya mau membacanya nanti di warung sambil nemenin mamah
saya jualan.” Tanya Intan dengan ragu-ragu.
***
Rasa-rasanya, tidak
ada satu pun guru yang tidak ingin menyenangkan murid-muridnya, bukan? Walau
hanya sekedar memberikan kesempatan untuk mereka membaca buku yang disukainya. Dengan
modal buku koleksi pribadi yang di bawanya dari rumah ke sekolah, Bu Nisa
bertekad untuk bisa mewujudkan sebuah budaya baru di sekolah, budaya membaca.
Walau dengan sumber daya berupa buku bacaan yang sangat minim, baik dari segi
jumlah maupun kualitas.
***
Sebenarnya, ini
adalah sebuah sinopsis dari buku yang ingin saya tulis. Buku yang menceritakan
pengalaman seorang guru di tempat tugasnya yang baru, sebuah sekolah dengan
keterbatasan fasilitas, pun hanya untuk sekedar tersedianya buku-buku bacaan
untuk murid-murid yang haus akan adanya “jendela dunia-jendela dunia” itu. Di
buku ini, pembaca diajak berempati untuk anak-anak negeri yang rindu akan
literasi.
Mohon doanya ya teman-teman. Semoga saya konsisten untuk
menyelesaikan buku solo kedua saya ini.
Posting Komentar untuk "Cuplikan Cerita Buku Solo Kedua"