Pingping Dan Keluarga Penguin

Suatu ketika, saat sedang berada di taman bermain pantai Artik, sambil menunggu anak-anaknya, bunda Camar dan bunda Penguin saling bercengkerama. Mereka berbincang terkait perkembangan anak-anaknya.

Bunda Camar memulai pembicaraan di antara mereka, “Alhamdulillah, anak saya Cacam sudah bisa lompat-lompat di batu, loh! Kalau anaknya bun Penguin sudah bisa apa?”

Wah, pintar sekali anaknya ya bun. Kalau Pingping anak saya baru bisa jalan nih. Bagaimana ya bun?” Bunda Penguin berkata dengan nada sedih.

By the way, anaknya udah bisa lompat-lompat gitu belajarnya dimana? Mau dong anak saya juga ikut belajar.” Ujar bunda Pinguin.

Bunda Camar menjelaskan, “Oh iya, memang Cacam sepulang sekolah saya lesin bun. Gurunya bernama Pak Camir. Beliau itu guru yang bagus, ia yang mengajar anak saya.”

“Begitu ya bu.” sahut Bu Penguin.

Setelah percakapan pagi itu, ibu Penguin jadi khawatir dan cemas, kalau-kalau anaknya tidak dapat berkompetisi dan bersaing dengan anak-anak sebaya lainnya.

Ketika ayah Penguin baru pulang dari mencari ikan di laut, ibu Penguin berkata, “Ayah, kemarin itu saat di taman, bunda ngobrol dengan bunda Camar. Katanya, Cacam anaknya sudah bisa melompat-lompat loh Yah! Sementara Pingping anak kita baru bisa jalan megal-megol gitu.”

Ayah serius mendengarkan ibu, lalu bertanya, “Jadi, bagaimana rencana bunda?”

“Begini Yah, bagaimana kalau Pingping kita ikutkan les di tempatnya pak Camir? Kata bu Camar, Pak Camir itu cara mengajarnya bagus. Tapi bayarnya lumayan mahal Yah. Gimana yah? Setuju ya?”

Ayah Pinguin pun menjawab, “Silakan bun, ayah mah ikut bunda ajah. Pokoknya, kalau buat kebaikan Pingping ayah setuju. Yang penting, tugas ayah cari ikan yang banyak.”

Kemudian, sepulang sekolah esok harinya, bunda Penguin mengajak Pingping ke tempat Pak Camir. “Assalamu’alaikum Pak Camir, saya bermaksud ngelesin anak saya Pingping di sini. Saya ingin anak saya bisa melompat-lompat di batu dan terbang seperti Cacam anaknya bu Camar.”

“Untuk itu, saya bersedia membayar dengan dua ikan setiap harinya, asalkan anak saya bisa les sama pak Camir.” ujar bu Penguin.

Mendengar tawaran itu, pak Camir langsung setuju, “Baiklah bu. Kita mulai lesnya besok yah.”

Akhirnya, esok hari setelah pulang sekolah, Pingping harus melanjutkan belajarnya, ikut les tambahan dengan pak Camir. Meskipun sebenarnya ia ingin menolak karena merasa lelah dan ingin bermain dengan teman-temannya. Namun rupanya, sang bunda berkeras dengan alasan bahwa ini untuk kebaikan Pingping juga.

Mulai saat itu, jadwal belajar Pingping berubah. Pagi hari ia belajar berenang dan menyelam bersama teman-temannya sesama penguin, sementara siangnya Pingping belajar melompat dan terbang seperti temannya Cacam dengan pak Camir.

Pelajaran dasar dapat dikuasai oleh Pingping di kelas Pak Camir. Hal ini dikarenakan Pingping selalu mengikuti pembelajaran dengan baik.

Di kelas penguin, Pingping mulai naik ke pelajaran yang lebih sulit, yaitu menyelam di teluk bersama teman pinguin lainnya. Pingping tidak kesulitan. Ia melakukannya dengan baik. Namun, saat pulang sekolah dan belajar dengan Pak Camir, Pingping mulai resah. Ia kesulitan untuk melompat di antara batu-batu karang. Karena kakinya yang pendek, ia tidak mampu mendarat sempurna di batu berikutnya sehingga ia jadi sering terjatuh.

Walau bunda Pingping terus memberinya semangat, namun tetap saja ia terjatuh. Pingping tidak pernah berhasil untuk melompat di atas karang tersebut. Ia mulai stres dan malas untuk belajar. Ia pun kesal dan merasa dirinya bodoh.

Jika Pingping mengeluh karena ia merasa lesnya terlalu berat begitu, bunda Penguin akan selalu memberinya nasehat. “Yang sabar ya Ping, kamu harus selalu bersemangat, ini untuk kebaikan kamu nak, supaya kamu bisa bersaing jika sudah besar nanti.”

Akibatnya, di kelas berenang Pingping mulai bingung antara teori mengepakkan sayapnya untuk berenang dengan teori terbang yang diajarkan pak Camir. Ia jadi sering melakukan kesalahan dalam berenang, sehingga menjadi tertinggal dari kemampuan teman-teman lainnya. Lalu ia pun mulai merasa jenuh dan semakin malas untuk pergi ke sekolah juga berangkat les.

Pingping capek. Ia merasa lelah ketika paginya harus berenang jauh dan kemudian siangnya harus jatuh bangun belajar melompat di bebatuan bersama pak Camir. Sementara itu, teman-teman lainnya bisa bermain sepuasnya dan istirahat di rumah masing-masing.

Saat akan menghadapi ujian kenaikan tingkat, anak-anak penguin mulai berlatih berenang di ombak yang besar dan berarus deras. Sementara anak-anak camar harus mulai melompat kemudian terbang dari tebing yang tinggi. Kepada sang ibu Pingping berkata bahwa ia merasa tidak bisa melompat setinggi itu. Karena untuk melompat di batu yang lebih pendek saja ia selalu terjatuh, apalagi dari tebing yang tinggi?

Pingping pun mulai resah dan gelisah, ia takut dan cemas. Namun ibunya tetap memintanya ikut. Dengan sangat terpaksa, Pingping pun ikut bersama teman-temannya sesama penguin untuk berenang di laut yang berombak besar dan berarus kuat. Pikirannya saat itu sedang kalut dan stres, ia juga merasa ketakutan memikirkan lesnya siang nanti. Sehingga, saat ia berenang untuk memecah ombak, ia tidak dapat berkonsentrasi. Akibatnya, ia pun tergulung ombak dan terhempas ke karang hingga tidak sadarkan diri. Beruntung, ia selamat dan berhasil ditolong oleh gurunya.
Bunda Penguin pun menjadi panik dan terus menangis memikirkan nasib Pingping. Khawatir terjadi apa-apa pada anak kesayangannya itu.

Sementara itu, mendapat kabar bahwa anaknya terhempas di pantai, ayahnya segera pulang dari mencari ikan. Setelah Pingping siuman. Ayah dan bundanya menanyakan tentang apa yang terjadi. Pingping pun menjelaskan bahwasanya ia stres dan lelah ketika dipaksa untuk belajar melompat dan terbang dengan pak Camir. Ia berkata, “Bunda, sayap dan kaki aku kan pendek, tidak mungkin melompat dan terbang seperti Cacam. Kemampuan serta bakat Pingping adalah  berenang dan menyelam. Bukan melompat ataupun terbang.”

Mendengar kata-kata Pingping, sang bunda pun tersadar, sama seperti penguin lainnya,   bakat Pingping adalah berenang dan menyelam, tidak dapat dipaksakan untuk melompat apalagi terbang.

Akhirnya bunda dan ayah Pingping meminta maaf dan berjanji untuk lebih peduli. Dan mulai sekarang, akan mendukung semua minat dan bakat Pingping. Mereka yakin, dengan melakukan hal yang Pingping suka, ia akan menjadi bisa dan mahir melakukannya, sehingga kelak ia akan meraih kesuksesannya. Pingping pun sangat gembira. Setelah semua yang ia lalui, ia bersyukur karena ayah dan bundanya begitu bijaksana.

2 komentar untuk "Pingping Dan Keluarga Penguin"

  1. Kisahnya menyentuh banget Cikgu. Keren๐Ÿ˜๐Ÿ‘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kak.. Seneng deh sering dikunjungi..

      Hapus