Belajar Dari Batu, Kerikil, Dan Pasir

Tidak jarang, jika kita berada dalam kondisi terpuruk, kita membutuhkan orang-orang yang dapat mengajak kita ke situasi atau keadaan yang lebih baik. Karena disaat itulah kita mengharapkan adanya 'suntikan' energi agar dapat menjalani hari dengan baik. Semoga tulisan berikut bisa memberikan sedikit energi itu.

***

Seorang profesor yang mengajar di sebuah universitas, memulai kelas mata kuliah filsafat dengan membawa beberapa benda dan meletakkannya di atas meja. Benda-benda tersebut adalah sebuah toples bening ukuran sedang, sekantong plastik batu, sekantong plastik kerikil, dan sekantong plastik pasir.

Para mahasiswa saling pandang, penasaran dan bertanya-tanya, apa sebenarnya yang akan dilakukan oleh sang profesor. Mereka dengan sabar menunggu dan mencoba menebak kira-kira apa yang akan didemonstrasikannya.

Dalam hening, di tengah kebisuan ruang kelas, dan tanpa memberikan penjelasan sedikit pun, sang profesor menyusun benda-benda tersebut untuk dimasukkan ke dalam toples. Pertama, profesor menyusun batu-batu di dalam toples hingga leher toples. Setelah melakukan itu, profesor bertanya kepada mahasiswanya. Apakah kalian berpikir bahwa toples ini sudah penuh? Mahasiswa saling beradu pandang dan kompak menjawab, “Sudah prof.”

Lalu profesor tersebut mengambil kerikil yang berada di atas meja dan kemudian secara perlahan menuangkan kerikil ke dalam toples, kemudian mengguncangnya dengan pelan. Kerikil masuk melalui celah-celah batu, memasuki ruang diantara batu-batu dalam toples. Sekali lagi profesor bertanya, apakah toples itu sudah terisi penuh? Mahasiswa sepakat menjawab bahwa toples sudah penuh.

Sesuai perkiraan mahasiswa, bahwa profesor akan menuangkan pasir ke dalam toples, benar. Namun mereka masih menunggu. Akhirnya profesor menjumput sedikit demi sedikit pasir dan memasukkannya ke dalam toples. Pasir mengisi tiap-tiap ruang kosong yang tersisa di antara batu dan kerikil. Dan untuk yang terakhir kalinya profesor bertanya pertanyaan yang sama, apakah toples itu sudah penuh? Dan mahasiswa sekali lagi menjawab “ya.”

Beberapa saat kemudian profesor menjelaskan bahwa toples yang dibawanya itu ialah perumpamaan kehidupan manusia. Batu itu ibarat hal yang paling penting dalam hidup kita. Mereka adalah pasangan, anak, keluarga, sahabat, kesehatan. Apapun yang membuat hidup kita serasa lengkap.
Berikutnya kerikil. Kerikil ibarat hal-hal yang membuat hidup kita nyaman. Terdiri dari rumah, kendaraan, pekerjaan. Sementara pasir adalah hal-hal kecil yang dalam hidup kita perannya tidaklah terlalu penting.

Profesor menatap mahasiswanya yang nampak masih kebingungan satu per satu, dan sejurus kemudian ia bertanya. Apa yang akan terjadi jika keadaannya dibalik? Kita masukkan tersebih dahulu pasir, lalu kerikil, dan berikutnya baru batu.

Seorang mahasiswa menjawab,”Toples akan terisi penuh dengan pasir, Prof.”

“Yah, benar sekali! Menempatkan pasir terlebih dahulu di toples akan menyebabkan tidak akan ada lagi ruang tersisa bagi batu dan kerikil.” kata Profesor bersemangat. Lalu ia melanjutkan,“Hidupnya akan dipenuhi oleh hal-hal yang kecil, yang sepele dan tidak berharga. Sementara hal-hal besar dan berharga tidak lagi bisa memasuki kehidupannya. Karena dirinya telah sesak oleh hal-hal yang kecil.”

“Sayang sekali bukan?” Profesor kembali bertanya. Mahasiswa hanya manggut-manggut tanda setuju.

Jadi, penting bagi kita untuk memperhatikan segala sesuatu ‘yang penting’ yang masuk dalam hidup kita demi kehidupan yang penuh kebahagiaan. Usahakan untuk meluangkan kesempatan dan waktu yang ada untuk bisa membersamai pasangan, anak-anak, dan keluarga. Jika ada pekerjaan di kantor, ada baiknya segera diselesaikan, jangan dibawa pulang. Karena waktu di rumah adalah hak keluarga.

Kebahagiaan adalah sesuatu yang harus kita prioritaskan. Bukan sebaliknya. Karena hal-hal kecil hanya akan membuat kehidupan kita menjadi tidak berarti dan menyengsarakan diri sendiri. Abaikan hal-hal yang kurang bermanfaat untuk anda. Dapatkan prioritas kebahagiaan kita sekarang, dan jangan lupa untuk bedakan mana batu, kerikil, dan pasir yang akan ‘mengisi’ hidup kita.

3 komentar untuk "Belajar Dari Batu, Kerikil, Dan Pasir"

  1. susah sih memprioritaskan kebahagiaan. hehe. Baus tulisannya Ibu Guru ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkenan mampir kak Iyan..

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus